Baju batik yang menjadi pakaian adat keraton Yogyakarta menggunakan warna dasar yang terdiri dari dua warna yaitu warna putih dan juga warna hitam. Pinggiran kain yang ada pada batik dengan motif yang berasal dari kota Yogyakarta ini pada bagian pinggiran kainnya dijaga agar tidak menjadi pecah sehingga kemasukan soga, baik untuk batik yang memiliki latar warna hitam atau batik yang berlatar belakang putih. Dalam seni pembuatan batik dikenal ragam hias yang pertama kali digunakan dalam motif baju batik adalah hiasan yang memiliki bentuk geometris yang berbentuk seperti garis yang miring. Garis miring ini sering juga disebut dengan nama lerek. Sementara ragam hias yang lain memiliki bentuk silang atau ceplok dan juga berbentuk kawung. Selain itu ada juga motif batik yang ragam hias nya menggunakan bentuk anyaman dan juga limaran. Batik sejak awal kehadirannya telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan dan juga keseharian masyarakat Jawa terutama bagi para masyarakat yang ada dalam keraton.
Pemakaian baju batik pada waktu itu memiliki aturan dan juga berbagai macam hal yang harus dipatuhi karena pada batik merupakan busana adat yang memiliki nilai yang tinggi. Dalam hal ini pakaian batik yang dipakai oleh Raja tentu harus lebih baik dan tidak boleh sama dengan pakaian yang dipakai oleh para pegawai keraton yang lebih dikenal dengan sebutan abdi dalem. Selain beberapa aturan pemakaian baju batik, ada pula motif yang dikenal dengan nama motif batik larangan. Peraturan dalam pakaian batik ini sangat tergantung pada keputusan raja yang berkuasa. Setiap raja membuat aturan tersendiri yang terkadang berbeda dengan para pendahulunya mengenai tata cara pemakaian baju batik. Motif baju batik yang menjadi batik larangan diantaranya adalah batik dengan motif parang rusak, motif batik semen ageng sawat grudha dan beberapa motif batik lainnya.
Pemakaian baju batik pada waktu itu memiliki aturan dan juga berbagai macam hal yang harus dipatuhi karena pada batik merupakan busana adat yang memiliki nilai yang tinggi. Dalam hal ini pakaian batik yang dipakai oleh Raja tentu harus lebih baik dan tidak boleh sama dengan pakaian yang dipakai oleh para pegawai keraton yang lebih dikenal dengan sebutan abdi dalem. Selain beberapa aturan pemakaian baju batik, ada pula motif yang dikenal dengan nama motif batik larangan. Peraturan dalam pakaian batik ini sangat tergantung pada keputusan raja yang berkuasa. Setiap raja membuat aturan tersendiri yang terkadang berbeda dengan para pendahulunya mengenai tata cara pemakaian baju batik. Motif baju batik yang menjadi batik larangan diantaranya adalah batik dengan motif parang rusak, motif batik semen ageng sawat grudha dan beberapa motif batik lainnya.